Home > Cerpen > Cerpen : Jangan Menyebut Dua Frasa Itu
Cerpen : Jangan Menyebut Dua Frasa Itu
Posted on Sabtu, 25 Februari 2012 by Unknown
Cerpen Marhalim Zaini :
Blogger Bodoh - Yang hidup di tepi laut, tak takut menyambut maut.
Tapi ia, juga orang-orang yang tubuhnya telah lama tertanam dan tumbuh-biak-berakar di kampung nelayan ini, adalah sekelompok paranoid, yang menanggung kecemasan pada dua frasa. Dua frasa ini merupa hantu, bergentayangan, menyusup, menyelinap, dan acapkali hadir dalam sengkarut mimpi, mengganggu tidur. Dan saat bayangannya hadir, ia membawa kaleidoskop peristiwa-peristiwa buruk, yang menyerang, datang beruntun. Maka, ketahuilah bahwa dua frasa itu sesungguhnya kini hadir lebih sebagai sebuah energi negatif yang primitif, selain bahwa ia juga sedang menghadirkan dirinya dalam sosoknya yang energik, molek dan penuh kemegahan.
Tapi mampukah ia, si renta yang bermulut tuah, bertahan untuk tidak menyebut dua frasa itu, yang sesungguhnya telah demikian lekat bersebati di ujung lidahnya, bagai asin laut yang ia cecap setiap hari dan terus mengalir di air liur ke-melayu-annya.
"Ingat ya Tuk, Datuk tak boleh menyebut dua frasa itu. Bahaya!" Demikian proteksi dari yang muda, dari cucu-cicitnya. Dan merekalah yang sesungguhnya membuat ia kian merasa cemas. Di usianya yang susut, ia justru merasa kekangan-kekangan datang menelikung. Tak hanya kekangan fisik karena kerentaan yang datang dari kodrat-kefanaan tubuhnya sendiri, tapi juga kekangan-kekangan yang kerap ia terima dari orang-orang di luar tubuhnya. Orang-orang yang sebenarnya sangat belia untuk mengetahui rasa asam-garam, sangat rentan terhadap patahnya pepatah-petitih di lidah mereka.
Tapi, di saat yang lain, ia merasa aneh. Kenapa dua frasa itu, akhir-akhir ini demikian bergaram di lidahnya, tetapi demikian hambar di lidah orang muda? Tengoklah mereka, orang-orang muda, mengucapkan dua frasa itu seperti angin yang ringan, terlepas begitu saja, dan terhirup tak berasa. Dua frasa itu mereka ucapkan di merata ruang, merata waktu. Dari ruang-ruang keluarga, sampai dalam percakapan di kedai kopi. Dan setelahnya, secara tersurat, memang tak ada satu pun peristiwa buruk yang tampak terjadi, seperti layaknya ketika ia, si lelaki renta, yang mengucapkannya.
"Datuk kan bisa melihat akibatnya, ketika dua frasa itu keluar dari mulut Datuk yang bertuah itu. Badai topan datang menyerang dari arah laut. Habis semua rumah-rumah penduduk. Lintang-pukang seisi kampung nelayan. Nah, kalau Datuk memang tak ingin melihat anak-cucu-cicit datuk porak-poranda, ya sebaiknya Datuk jangan sesekali menyebut dua frasa itu. Dan Datuk tak boleh iri pada kami, ketika kami dengan sangat bebas bisa menyebut dua frasa itu, karena Datuk sendiri tahu bahwa lidah kami memang tak sebertuah lidah Datuk."
Tapi ia, si lelaki renta itu, selalu merasakan ada yang aneh. Instingnya mengatakan bahwa ada badai-topan dalam wujudnya yang lain yang sedang menyerang, sesuatu yang tersirat. Sejak ia mengunci mulut untuk tidak menyebut dua frasa itu, justru kini ia menyaksikan persitiwa-peristiwa buruk yang lain datang, sedang menyusun kaleidoskopnya sendiri. Tengoklah, kenapa kian menjamurnya anak-anak perempuan yang hamil luar nikah, dan anak-anak terlahir tak ber-Ayah. Kenapa kian dahsyatnya anak-anak muda yang tenggen, mengganja, dan saling membangun anarkhi dan istana-istana mimpi dalam tubuh mereka. Kadang-kadang malah mereka kini tampak serupa robot, atau bahkan kerbau dungu, atau serupa mesin-mesin yang bergerak cepat tak berarah, membabi-buta. Akibatnya, kampung nelayan yang serupa tempurung ini, kini lebih tampak sebagai sebuah ruang diskotek tua yang pengap, sebuah ruang yang sedang menanggung beban masa lampau sekaligus beban masa depan.
Dan tengoklah pertikaian demi pertikaian yang terjadi. Jaring Batu hanyalah sebuah sebab, yang membuat perahu-perahu dibakar, orang-orang diculik, dipukul, dan perang saudara kemudian membangun tembok yang sangat angkuh di antara orang-orang Pambang dan orang-orang Rangsang. Hanya egoisme sesat yang membuat mereka lupa bahwa mereka sesungguhnya berasal dari satu rumpun, satu ras, satu suku. Dan mereka para nelayan, yang mestinya adalah para penjaga tepian ini, tapi kini mereka telah menjelma para nelayan yang meruntuhkan tepian ini.
Peristiwa buruk lain yang kini melanda adalah timbulnya beragam penyakit yang aneh. Penyakit-penyakit yang tak bisa disembuhkan hanya dengan tusukan jarum suntik pak mantri, dan kebal dari obat-obat generik yang dijual di kedai-kedai runcit. Dan anehnya lagi, penyakit-penyakit itu membuat si penderita seperti terkunci mulutnya untuk bisa mengucapkan dua frasa itu. Dan biasanya, ujung dari deritanya, mereka kebanyakan menjadi bisu, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun selain erangan.
Dan ia, si lelaki renta itu, seolah dapat memastikan bahwa sebab dari semua ini adalah karena kelancangan mereka yang menyebut dua frasa itu secara sembarangan. Tak hanya itu, dua frasa itu kini bahkan telah diperjual-belikan ke mana-mana, karena rupanya ia bernilai tinggi karena dianggap eksotis dan jadi ikon historis. Maka dua frasa itu diproduksi, seperti layaknya memproduksi kayu arang atau ikan asin. Dan anehnya, mereka tidak percaya bahwa lidah mereka sendiri sebenarnya juga bergaram. Tapi mungkin garam dengan rasa asinnya yang lain.
Sesekali ia, lelaki renta itu, pernah juga melemparkan saran, "Sebenarnya kalian juga tak boleh menyebut dan memperlakukan dua frasa itu secara sembarangan. Buruk padahnya nanti." Tapi, saran dari seorang renta yang bersuara parau, bagi mereka, hanya bagai suara gemerisik semak dalam hutan. Dan mereka selalu menjawab dalam bisik yang sumbang, "Maklum, masa mudanya tak sebahagia kita…"
***
Tapi di malam yang mendung itu, ia tak menduga tiba-tiba segerombolan orang secara agak memaksa, membawanya ke tepian laut. Lelaki renta itu bingung, kenapa orang-orang yang biasanya selembe saja padanya, kini demikian bersemangat memintanya untuk ikut bersama mereka. Apakah ada sebuah perayaan? Setahu ia, di sepanjang bulan ini tak ada perayaan hari besar maupun perayaan adat. Dan, kalaupun ada, biasanya ia lebih sering tidak diundang, karena mungkin dianggap telah demikian uzur, atau mungkin kehadirannya membuat orang-orang muda tak bebas berekspresi, karena pastilah terkait dengan pantang-larang.
Sesampainya di tepian laut, ia menyaksikan orang-orang telah duduk bersila, sebagian bersimpuh, di atas pasir hitam. Mereka tampak tertunduk demikian hikmat. Di bibir pantai, terlihat beberapa buah perahu yang berbaris, seperti barisan meriam yang moncongnya mengarah ke laut, siap diluncurkan. "Ah, inilah satu frasa itu, yang tampaknya akan dilayarkan ke satu frasa yang lain," pikir lelaki renta itu. Dan ia langsung dapat menduga bahwa akan ada sebuah upacara pengobatan tradisional. Tapi siapa yang sakit?
Seorang muda, tiba-tiba seperti berbisik ke telinga lelaki renta itu. "Datuk, kami mengundang Datuk ke sini untuk meminta Datuk supaya bisa mengobati kami semua." Lelaki renta yang dipanggil Datuk itu agak terkejut. Keningnya berkerut. Ia tidak melihat ada gejala atau tanda-tanda bahwa orang-orang yang berada di sini dalam keadaan sakit. Yang tampak olehnya adalah sekumpulan besar orang yang seperti sedang berdoa. Tapi pemuda itu berbisik lagi, "Datuk, kami semua yang berkumpul di sini sedang menderita penyakit bisu. Sebagian mereka telah benar-benar bisu dan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dan sebagian kecil yang lain, termasuk saya, tak bisa mengucapkan dua frasa itu, Datuk. Sementara untuk melakukan upacara ini tentu harus mengucapkan dua frasa itu kan, Datuk? Untuk itu, kami semua meminta Datuk untuk melakukan prosesi pengobatan… …pengobatan…pengobatan…tak bisa Datuk, saya betul-betul tak bisa mengucapkannya." Lidah pemuda itu seperti tersangkut saat hendak menyebut sebuah frasa.
Lelaki renta itu seperti tak percaya. Tapi kepalanya tampak mengangguk-angguk perlahan. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga pemuda, dan membalas berbisik, "Anak muda, kalian pernah melarangku untuk mengucapkan dua frasa itu. Kini kalian juga yang meminta aku untuk mengucapkannya. Apakah kalian tak takut badai topan yang akan menyerang? Kalian tak takut maut?"
Pemuda itu tertunduk ragu. Tak lama kemudian berbisik kembali. "Datuk, kami semua pasrah. Kalaulah ditakdirkan untuk menerima badai topan, dan kami harus mati karenanya, mungkin itu akan lebih baik daripada kami harus hidup membisu, dan tak bisa mengucapkan dua frasa itu…"
Bibir lelaki renta itu mengguratkan senyum. Ia kini tak yakin bahwa ia akan mampu bertahan untuk tidak menyebut dua frasa itu, yang sesungguhnya telah demikian lekat bersebati di ujung lidahnya, bagai asin laut yang ia cecap setiap hari dan terus mengalir di air liur ke-melayu-annya. Paling tidak di dalam hatinya, ia senantiasa mengucapkan dua frasa itu menjadi sebuah kalimat, Lancang Kuning yang tersesat di tepian Selat Melaka.***
Pekanbaru, 2005 http://arsipblogindonesia.blogspot.com/2006/01/jangan-menyebut-dua-frasa-itu.html
Category Article Cerpen
Blog Archive
-
▼
2012
(259)
-
▼
Februari
(76)
- Bunga Yang Mekar 3000 Tahun Sekali
- Hutan Berusia 298 Juta Tahun Ditemukan Utuh
- Pekan Depan, Apple Diyakini Luncurkan iPad 3
- Gadget Award Diharapkan Dongrak Produk Lokal
- Taman Prasejaran Sumpang Bita Pangkep
- Mengatasi Wasir/Ambeien Dengan Alamiah
- [Cantik] 10 Pantai Terindah di Dunia
- 10 Rumah Termahal Didunia
- 8 Benda Yang dibuat Tanpa Sengaja
- 10 Tempat Terindah di Indonesia
- Surat Cinta 2012 : Maukah Kamu Jadi Pacarku
- Tertikam Mimpi [By : Desii LoveJdrew Bieber]
- Penyesalan Untuk Pelangi (by: Dety Lova)
- Ramalan Bintang Minggu Ini 29022012
- 6 Tips Untuk Nyatakan Cinta [Pasti]
- Take Good Care of Your SEO Practices And Search En...
- 10 Fakta Fisika Terasa Aneh Namun Nyata
- 8 Peristiwa Besar Sulit Dipercaya Namun Nyata
- Catatan Sejarah 10 Kerajaan Terbesar di Dunia
- Hanphone Tercanggih Ramah Lingkungan
- 10 Alutsista Termahal Negara Paman Sam
- Mengapa Wanita Mudah Menagis ?
- Gila ... Tidak Menangis Dipenjara 6 Bulan
- Heboh .... Thailand Punya Buah Menyerupai Wanita !
- Heboh Gunung Sadahurip, Mungkinkah Ada Piramida di...
- Sebuah Asteroid Bergerak Mendekati Bumi
- Jika Bill Gates Jadi Presiden Republik Indonesia
- Rekor Posisi 1 Indonesia Di Mata Dunia
- [Hot] 1 Yottabytes Hardisk Terbesar Didunia
- 5 Hal Unik 2011 Lalu
- Lobster Raksasa Tertangkap Jaring Nelayan
- [Hot] Inilah Kepribadian Lelaki Berdasarkan Jenggo...
- China Lindungi Al-Quran Berusia Seribu Tahun Lebih
- Cara Mudah Meningkatkan Facebook Like
- Foto-foto Rani Mukherjee
- Keajaiban Sujud Dalam Shalat Membawa Dr. Fidelma P...
- Online Marketing Consultants' Secrets for Getting ...
- Kalimat Motivasi Status Facebook
- Alasan Istri Menolak Berhubungan dengan suaminya
- Aku Melacur Demi Sebuah Laptop
- Cerita Lucu : Anak SD ngerjain gurunya
- Peradaban Suku Maya Hancur Oleh Kemarau Ringan
- Pengguna iPhone Dimata-Matai oleh Google
- Menambahkan Wideget Google Trend Di blog
- Cerpen : Jangan Menyebut Dua Frasa Itu
- Cara Membuat Wideget Joint Conversation Twitter
- Makam Unik Di Kalimantan dan Bali
- Benarkah Manusia Raksasa Itu Ada ?
- Cerita Lucu Bikin Ngakak
- Dua Lubang Hitam Terbesar Sepanjang Sejarah
- Perang Dalam Sulap : The Prestige
- Zashiki warashi hantu yang membawa keberuntungan
- Membuat Artikel Bahasa Inggris
- Bisnis Affiliate : Clickbank atau Amazon
- Akhirnya Iklan AdsenseKu Tidak Blank Lagi
- Cara Verifikasi PIN Google Adsense dengan KTP
- Mobil Retro Bukan Mobil Katro
- Pets Can Greatly Advance Your Health
- The Secret - To Airy Success
- Making Targeted Cartage Assignment for You
- Main Game Dapat Duit, Apa Bisa?
- Simon Wilby Successful Inventor Has Created an Ast...
- Doing Business Online Profits To New Heights With ...
- Meningkatkan Visitor Blog dengan Pencarian Google ...
- Submit RSS Feed Ke28 Penyedia Layanan Gratis
- Motivasi Bisnis Online / Internet
- Cara membuat Blog Cepat Keindeks Google
- Kode Warna HTML untuk blog
- Mengoptimalkan SEO Pada Gambar Posting blogspot
- Belajar membuat blogspot Amazone
- Tentang Hibernasi Hewan
- Integrasi Antara Blogger Amazon
- Adsense Sudah Support Bahasa Indonesia
- Adsense tidak di banned dan Iklan belum muncul juga
- Situs Junker Jevuska Berubah
- Coba Ganti Template Blogspot
-
▼
Februari
(76)